(Sumber: riau24.com)
Pambuko
Tulisan sepenuhnya fiksi berpadu sejarah. Sebelum membaca tulisan, “Bhayangkara Hambanya Rakyat”. Penulis menganjurkan untuk memutar lagu dari Efek Rumah Kaca yang berjudul “Seperti Rahim Ibu”, sebagai pengiring. Selamat membaca!
Bagian Pertama : Bhayangkara Yang Agung
Suatu hari di alun-alun ibu kota ada seorang anak dan bapak tengah bercakap kecil mengenai berita di papan pawarta kerajaanWilwatikta.
Bajra, “pak, Bhayangkara menang lagi. Sungguh hebat prajuritWilwatikta kita dengan gagah menumpas pemberontakan Ra Kuti”
Maruta, “tentu ngger (ngger adalah sebutan untuk ‘nak’ dalam bahasa Jawa), selain karena peranan Mahapatih Gajahmadadalam memimpin Bhayangkara mereka juga prajurit sinisihan dharma.”
Bajra, “apa itu sinisihandharma pak ?
Maruta, “sinisihandharma itu dibimbing oleh kebajikan, Bhayangkara memiliki pegangan yaitu Catur Prasetya (empat janji teguh) : pertama meniadakan gangguan keamanan, kedua menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda, dan Hak Asasi Manusia, ketiga menjamin kepastian hukum, dan keempat memelihara perasaan tentram dan damai”
Bajra, “benar saja, Bajra jadi kasihan nasib kerajaan tetangga pak”
Maruta, “lho kenapa ngger ?”
Bajra, “beberapa waktu yang lalu Bajra mendengar obrolan dari para pedagang kerajaan Angkara Binangun kalau Raja dan Patihnya tetap diam membisu meskipun para Bangsawan memperkuat kewenangan para prajuritnya.”
Maruta, “bukannya itu bagus ngger ?”
Bajra, “sayangnya kewenangan itu seolah memperkuat kaum bangsawan untuk mengendalikan rakyatnya pak. Sebut saja delik sandi (mata-mata/intel) prajurit Angkara Binangun memiliki kendali penuh akan semua hal yang menjurus ke privasi. Bukan Cuma ke warga lho pak, tapi semua bidang termasuk internal seluruh badan pemerintahannya. Belum lagi kewenangan mengoordinasi, mengawasi dan membina Swakarsa (satuan pengaman lapisan paling bawah yang dibentuk oleh masyarakat, contoh : Satpam, Satkamling, Pokdar Kamtibmas dan Polisi Adat seperti Pecalang dan Polisi Syariah Aceh)”
Maruta, “sepertinya ada arah untuk anti kritik ya ngger.”
Bajra, “betul pak, seolah prajurit mahakuasa”
Maruta, “bapak jadi teringat ucapan Voltaire, kurang lebih begini : Jika Anda ingin tahu siapa yang mengendalikan anda, lihatlah siapa yang tidak boleh anda kritik. Dalam hal ini tentu yang terlihat prajurit Angkara Binangun dan yang mengesahkan aturannya (bangsawan Angkara Binangun)”
Bajra, “ngeri juga pak, Raja dan Patih Angkara Binangun seolah hanya boneka saja kalau tetap diam seperti itu. Untung saja Bhayangkara kita tidak seperti itu. Lhawong ada kebijakan Raja dan Patih yang nyeleweng saja mereka langsung tegas mengingatkanterlebih dengan rakyat pun mereka benar-benar ikhlas membantu. Padahal kuasa yang mereka miliki mendukung untuk bertindak lebih.”
Maruta, “kita doakan saja semoga Angkara Binangun tidak terjadi kericuhan. Pergerakan warung kopi sudah mulai marak. Monarki Perancis sudah jatuh, tidak menutup kemungkinan kalau Raja Angkara Binanguntetap diam Angkara Binangunakan menjadi selanjutnya. Sekarang ayo pulang, sudah saatnya menggarap ladang.”
Bapak dan anak itupun pulang kerumahnya untuk melanjutkan menggarap ladang yang sudah mulai muncul tanda-tanda akan panen. Sudah menjadi suratan semesta bahwa salah satu yang bisa dilakukan wong cilik (orang kecil) adalah ngerasanipamongnya.
Bagian Kedua : Tuhan Hambamu Takut
Angkara Binangun adalah sebuah istilah dua bahasa yang berasal dari kata ‘Angkara (Bahasa Sansekerta)’ yang memiliki arti Kebengisan dan ‘Binangun (Bahasa Jawa)’ yang berarti Membangun. Jika ditarik menjadi sebuah kesimpulan akan memiliki arti : Membangun Kebengisan.
Angkara Binangun adalah sebuah kerajaan fiktif yang penulis sematkan sebagai kata ganti untuk negara Konoha.
Kembali ke masa kini, di dalam pemerintahan demokrasi tentu pemegang tampuk kekuasaan sejati adalah rakyatnya.Wajar bila di umur 80, negara Konoha memiliki banyak kekurangan. Akan tetapi jika tidak lekas diperbaiki, Konoha mungkin akan segara menuju gelombang pembusukan. Sebut saja sejarah yang sudah menimpa Perancis dalam peristiwa revolusi AntoineMarionate. Gaya hidup mewah yang tidak peka akan rakyat serta kesewenang-wenangan aparatur negara dalam mengatur negara membawa salah satu monarki paling kuat didunia tutup usia begitu saja. Kerajaan Perancis yang 800 tahun saja bisa, apalagi yang baru 80 tahun.
Ketika banyak catatan negatif tentang polisi Konoha penulis masih percaya bahwa itu ulah oknum. Namun ketika bayang-bayang undang-undang polisi Konoha itu mulai naik ke permukaan. Jujur penulis hanya dapat berkata, “Tuhan, hambamu ini benar-benar takut”.
Kontributor: Danang Afi
Editor: Irsyad Akil
0 Komentar